Beranda » Posts tagged 'faisal ismail'

Tag Archives: faisal ismail

Ajaran Kurban: Pengamalan Humanitarianisme Islam

Faisal Ismail
Guru Besar Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta

SESUNGGUHNYA Kami telah memberimu nikmat yang banyak, maka salatlah untuk Tuhanmu dan berkurbanlah.” (QS Al-Kautsar: 1-2).

”Daging-daging kurban dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridaan) Allah, tetapi ketakwaanmulah yang dapat mencapainya.” (QS Al-Hajj: 37).

Setiap kali Idul Adha (Hari Raya Kurban) datang, umat Islam yang berkecukupan harta melaksanakan perintah berkurban dengan cara menyembelih kambing, sapi, atau kerbau. Ajaran berkurban bermula dari perintah Allah kepada Nabi Ibrahim untuk menyembelih putra tercintanya Ismail. Perintah Allah tersebut dapat dibaca dalam Alquran: ”Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: Hai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah, bagaimana pendapatmu? Ia menjawab: Hai bapakku, laksanakanlah apa yang Allah perintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.

Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya), dan Kami panggillah dia: Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata, dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.” (QS.Ash-Shafat : 102-107).

Dengan penuh perasaan tulus dan ikhlas, Nabi Ibrahim mematuhi perintah Allah untuk menyembelih putra tercintanya Ismail. Ketika penyembelihan sudah siap dilakukan, Allah dengan kemahakuasaan-Nya mengganti Ismail dengan seekor domba, dan domba itulah yang akhirnya disembelih oleh Nabi Ibrahim. Peristiwa inilah yang menjadi dasar  perintah berkurban dan perintah ini diteruskan dan dilestarikan oleh Nabi Muhammad sebagai ajaran Islam.

Para pengamal kurban menyerahkan hewan kurban mereka (kambing, domba, atau sapi) kepada panitia atau takmir masjid agar hewan-hewan kurban itu disembelih dan dagingnya diberikan kepada kaum duafa. Kadang-kadang panitia kurban di masjid-masjid kota menyerahkan hewan kurban itu dalam keadaan hidup kepada panitia kurban di masjid-masjid desa atau kampung untuk disembelih dan dagingnya dibagikan kepada kaum duafa di desa atau kampung tersebut. (lebih…)

Jalan Ilegal ke Tanah Sakral

banner-road-to-mecca

Faisal Ismail
Guru Besar Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta

DALAM struktur doktrin Islam, ibadah haji merupakan rukun Islam kelima yang wajib dilaksanakan di Tanah Suci Mekkah. Pelaksanaan ibadah haji di luar Tanah Suci adalah tidak sah. Ibadah haji ini diwajibkan kepada muslim yang sudah akil balig, sehat rohani-jasmani, dan mampu secara finansial. Bagi muslim yang tidak mampu secara finansial, ia tidak diwajibkan untuk berhaji. Ibadah haji hanya diwajibkan sebanyak satu kali seumur hidup dan muslim yang melaksanakan ibadah haji lebih dari satu kali, ibadah hajinya dinilai sunat.

Setelah bangunan Masjidilharam direnovasi dan diperluas dan fasilitas untuk para jamaah haji di Tanah Suci ditambah, maka kuota calon jamaah haji (calhaj) untuk negara-negara muslim ditambah pula. Sekarang ini kuota haji untuk Indonesia diperkirakan mencapai 168.000 jamaah. Bagian terbesar dari calhaj ini dikelola dan diberangkatkan secara resmi oleh Kemenag sebagai tugas nasional. Sebagian dari kuota haji ini dibagikan kepada biro perjalanan haji khusus yang dikelola oleh kalangan swasta. Diperkirakan jamaah haji yang dapat ditampung di Tanah Suci Mekkah sekitar 2,5-3 juta orang. Dengan jumlah ini, para jamaah haji tidak terlalu berjubel dan berdesakan dalam melaksanakan ibadah sehingga hal-hal yang tidak diinginkan dapat dicegah atau diminimalisasi. (lebih…)

Tuhan Pasca-Ramadan

Faisal Ismail
Guru Besar Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta

SELAMA bulan suci Ramadan berlangsung, kaum muslimin tak henti-hentinya mengingat, menyebut, dan mengagungkan nama Tuhan dan sifat-sifat kebesaran dan kemuliaan-Nya. Dari pagi, siang, sore, petang, malam, dini hari, sampai fajar, nama Tuhan dan sifat-sifat Agung-Nya selalu terus diingat, disebut, dan diresapi dalam setiap riak perasaan, relung hati, gerak pikiran, dan tindak perbuatan.

Diskusi dan wacana keagamaan diselenggarakan di kampus-kampus perguruan tinggi demi memuliakan bulan Ramadan, mendalami ilmu pengetahuan keagamaan, dan membesarkan nama Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.

Pesantren kilat pun dilaksanakan di banyak sekolah atau pondok pesantren sehingga kesemarakan Ramadan dan pemuliaan nama Tuhan terasa begitu berdenyut. Setiap saat pada bulan suci Ramadan, nama Tuhan diingat, disebut, dan dimuliakan dalam prosesi zikir, wirid, itikaf, dan tadarus Alquran baik di rumah, surau, langgar, musala, maupun di masjid.

Kemahabesaran, Kemahasucian, dan Kemahaagungan Tuhan disebut dalam berbagai khutbah salat Jumat, kultum, mauizah hasanah, tausiah, dan ceramah yang diselenggarakan sebelum salat tarawih dan sesudah salat subuh selama bulan Ramadan. Semua televisi di Tanah Air bahkan menayangkan program spesial Ramadan dengan menyajikan kultum, tausiah, ceramah, atau pun tayangan sinetron yang di dalamnya selalu menyebut nama Tuhan dan sifat-sifat-Nya yang Maha Suci, Maha Mulia, dan Maha Agung.

Para ustad dan dai kondang ditampilkan dalam acara keagamaan di semua stasiun televisi untuk mengisi program spesial Ramadan. Ustad Solmed, Guntur Bumi, Zacky Mirza, Wijayanto, Jujun Junaidi, dan Abdullah Gymnastiar (Aa Gym) misalnya menyampaikan tausiah, siraman rohani, atau ceramah Ramadan di televisi. Rekaman tausiah atau ceramah Ramadan yang pernah disampaikan oleh dai sejuta umat almarhum KH Zainuddin MZ, almarhum Ustad Jefri Al Buchori, dan almarhum Munzir Al-Musawa juga ditayangkan ulang karena isinya tetap menarik dan sangat relevan dengan suasana Ramadan. Tiga dai kondang ini disebut sebagai “Yang Tak Terlupakan.”  Kajian Tafsir Al-Misbah oleh Prof Dr Quraish Shihab juga dijadikan salah satu program spesial Ramadan. Sinetron “Tukang Bubur Naik Haji” diprogram begitu rupa sehingga dialog, lakon, dan adegannya disesuaikan dengan momentum dan suasana Ramadan. (lebih…)

Merengkuh Nilai Tambah Ramadhan

Faisal Ismail
Guru Besar Universitas Islam Negeri Sunan Kaliajaga Yogyakarta

SEBAGAI umat beriman, kita bersyukur karena Allah sampai saat ini kita masih dipertemukan kembali dengan bulan suci Ramadhan, yaitu bulan yang di dalamnya sarat dengan anugerah, berkah, rahmat, dan ampunan-Nya.

Ini berarti kita masih diberi nikmat kesehatan, kekuatan, kesanggupan, dan kesempatan oleh Allah untuk meraih kembali momentum ilahiah dan sekaligus merengkuh kembali nilai tambah Ramadhan dengan cara mengerjakan berbagai amal kebaikan pada bulan suci ini dengan penuh apresiasi keimanan dan ketakwaan.

Memang sudah seharusnya kita secara sadar dapat memaknai momentum Ramadan ini dan sekaligus merengkuh nilai-nilai tambah yang terkandung di dalamnya agar ibadat puasa dan ibadat-ibadat yang lain di bulan suci ini memiliki relevansi, korelasi, dan signifikansi dalam perjalanan pengalaman kerohanian kita sebagai hamba-Nya.

Puasa Ramadhan merupakan salah satu bentuk ritual keagamaan yang secara universal telah dibakukan dalam struktur ajaran Islam. Dengan jumlah hari dan cara yang berbeda, Allah juga telah mewajibkan ibadat puasa ini sebagai salah satu ibadat pokok kepada umat-umat terdahulu sebelum umat Nabi Muhammad. (lebih…)

Moral Permisif dan Aborsi Ilegal

Faisal Ismail, Guru Besar Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta

KORAN SINDO (11/5) memberitakan tentang praktik aborsi ilegal yang dilakukan di Klinik Budi Mulia, Kabupaten Deliserdang, Sumatera Utara. Praktik aborsi ilegal ini terbongkar setelah petugas Kepolisian Daerah Sumatera Utara melakukan penggerebekan di klinik tersebut.

Polisi telah menetapkan dua dokter, seorang bidan, dan seorang pasien sebagai tersangka. Ketika diinterogasi oleh penyidik kepolisian, dua dokter itu (sekaligus pemilik klinik) mengaku bahwa kliniknya telah beroperasi selama 15 tahun dan dalam setahun melakukan 30 kali aborsi ilegal.

Tarifnya dipatok sampai Rp2,5 juta per aborsi. Penyidik kepolisian memeriksa 15 bungkus plastik yang ditemukan dalam septic tank klinik. Penyidik kepolisian terus mendalami kasus ini dan tidak mempercayai begitu saja pengakuan tersangka tentang jumlah aborsi yang telah mereka lakukan. Penyidik memperkirakan, dua dokter itu telah melakukan aborsi ilegal lebih dari angka yang mereka sebutkan.

Terbongkarnya praktik aborsi ilegal di Klinik Budi Mulia, Kabupaten Deliserdang, menambah daftar panjang praktik aborsi ilegal yang situasinya sangat memprihatinkan di negeri ini. Hampir bersamaan waktunya dengan kasus aborsi ilegal yang terjadi di Klinik Budi Mulia, terbongkar pula praktik aborsi ilegal di sebuah rumah sakit di Bekasi, Jawa Barat. Aborsi ilegal sudah dilakukan di berbagai kota di negeri ini dan terjadi dalam kurun waktu yang panjang. (lebih…)

Mental Menerabas, Kolusi, dan Korupsi

FAISAL ISMAIL
Guru Besar Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta

Profesor Koentjaraningrat dalam bukunya Kebudayaan, Mentalitet dan Pembangunan (1974) mengatakan, sikap mental menerabas merupakan salah satu kelemahan nilai budaya bangsa Indonesia.

Menurut Koentjaraningrat, mentalitas menerabas adalah sifat negatif dan tercela yang melekat pada diri seseorang untuk mencapai maksud dan tujuan secara cepat tanpa banyak melakukan kerja keras secara bertahap. Mentalitas menerabas identik dengan cara mengambil jalan pintas yang dilakukan seseorang guna mencapai tujuan secara mudah.

Mentalitas menerabas, menurut Koentjaraningrat, antara lain dilakukan pengusaha baru yang ingin memperoleh kekayaan melimpah dengan cara aji mumpung (meraup keuntungan sebesar-besarnya mumpung ada kesempatan) atau pejabat yang memperkaya diri saat ia mumpung menjadi pejabat atau penguasa. Sikap mental menerabas terkait erat dengan perilaku tidak menghargai mutu atau kualitas kinerja.

Yang penting, pelakunya dapat mencapai maksud dan tujuan dengan cara menempuh jalan pintas, tidak prosedural, dan gampang. Koentjaraningrat mengemukakan penilaiannya tentang sikap mental menerabas sebagai kelemahan nilai budaya bangsa itu pada tahun 1974 (42 tahun silam). Setelah hampir setengah abad berlalu, mentalitas menerabas tampak tidak berkurang dan bahkan kian menggurita dalam perilaku budaya masyarakat. (lebih…)

Hukum Berat Pelaku Kejahatan Seksual terhadap Anak

FAISAL ISMAIL
Guru Besar Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) merilis buku bertajuk Gerakan Melawan Kekejaman Terhadap Anak. Peluncuran buku ini dimotivasi oleh kenyataan peningkatan kasus-kasus kekerasan terhadap anak dari waktu ke waktu di negeri ini.

Data kekerasan terhadap anak yang dirilis KPAI sungguh sangat mencemaskan. KPAI mencatat, dari kurun waktu 2010-2014 terdapat 21.869.797 kasus pelanggaran terhadap hak anak yang tersebar di 34 provinsi dan 179 kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Menurut data KPAI, sebanyak 42-58% dari kasus pelanggaran hak anak itu kekerasan seksual dan selebihnya merupakan kasus kekerasan fisik dan penelantaran anak.

Data kekerasan fisik, psikis, dan seksual terhadap anak terus meningkat setiap tahun. Pada 2010 tercatat 2.046 kasus kekerasan terhadap anak dengan 42% di antaranya kekerasan seksual. Pada 2011 terjadi 2.426 kasus kekerasan terhadap anak (58% di antaranya kejahatan seksual) dan pada 2012 terjadi 2.637 kasus (62% di antaranya kejahatan seksual).

Pada 2013 terjadi peningkatan kasus kekerasan terhadap anak secara signifikan yaitu sebanyak 3.339 kasus kekerasan dengan 62% di antaranya kejahatan seksual. Sedangkan pada 2014 (Januari – April) terjadi 600 kasus kekerasan terhadap anak. Data ini akan membengkak jika ditambah data kasus kekerasan terhadap anak sampai Maret 2017.

Khusus terkait kasus kekerasan dan kejahatan seksual terhadap anak, data yang dirilis KPAI di atas menunjukkan bahwa kejahatan seksual terhadap anak terus meningkat secara signifikan dari tahun ke tahun (2010-2013). Para predator seksual terhadap anak memanfaatkan dan menyalahgunakan kepolosan anak-anak.

Kapan saja dan di mana saja di belahan dunia ini, semua anak adalah polos (innocent). Polos jiwanya, polos hatinya, polos wajahnya, polos perilaku moralnya, dan polos tutur katanya. Para predator seksual sangat lihai memanfaatkan dan menyalahgunakan kepolosan dan ketidakberdayaan anak-anak. (lebih…)

Ihwal Sepasang Parkit Pak Jarwo

FAISAL ISMAIL
Guru Besar Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta

Saya sudah lama bertetangga dengan Pak Jarwo di kawasan pinggiran kota, Ujung Kali Bening. Kami berasal dari daerah yang berbeda dan baru saling mengenal ketika tinggal bersama di pinggiran kota, Ujung Kali Bening, itu.

Pak Jarwo adalah tetangga yang murah senyum, baik, dan simpatik. Ia dikenal sebagai sosok yang supel, ramah, dan mudah bergaul dengan para tetangga di lingkungan komunitas RT dan RW tempat kami tinggal dalam kurun waktu yang cukup lama. Pak Jarwo tidak bekerja sebagai pegawai negeri sipil (PNS) di instansi pemerintahan atau sebagai karyawan di sebuah perusahaan.

Ia berwira swasta. Itulah pilihan kerja, profesi, dan jalan hidup yang ia tempuh secara konsisten. Hobi Pak Jarwo adalah memelihara burung-burung puyuh yang jumlahnya lumayan banyak. Hobi dan bisnis yang satu ini telah dilakoninya selama bertahun- tahun dan hasilnya sangat menjanjikan dan menggembirakan.

Hobi ini sekaligus menjadi mata pencaharian dan sumber keuangan bagi Pak Jarwo untuk menopang kehidupan keluarganya dan membiayai sekolah kedua anaknya. Telur-telur puyuh dalam jumlah yangbanyakia pasoksecara rutin ke berbagai restoran dan warung makan yang ada di pinggiran kota, Ujung Kali Bening.

Di pekarangan rumahnya yang cukup luas itu, Pak Jarwo tidak hanya memelihara dan beternak burung puyuh. Ia juga memelihara burung parkit. Sementara ini ada dua pasang burung parkit di pekarangan rumahnya yang ia tempatkan di sangkar yang berbeda dan terpisah satu sama lain. Lokasi sangkar dua pasang burung parkit itu berdekatan satu sama lain. (lebih…)

Pemulangan Gafatar Langgar HAM?

FAISAL ISMAIL
Guru Besar Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta

Prof. Dr. H. Faisal Ismail, M.A.Baru-baru ini permukiman (mantan) anggota Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) di Monton Panjang, Dusun Pangsuma, Desa Antibar, Mempawah Timur, Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat dibakar massa yang sangat marah kepada kelompok Gafatar.

Kemarahan massa dipicu oleh tudingan kepada Gafatar yang dikaitkan dengan hilangnya banyak anggota keluarga di beberapa kota. Anggota keluarga yang hilang tersebut diyakini telah direkrut atau bergabung dengan Gafatar karena ormas ini pandai mengumbar janji. KORAN SINDO (13/1/2016) memberitakan Gafatar terlibat hilangnya puluhan orang.

Para keluarga yang anggotanya hilang dan masyarakat pada umumnya merasa resah, tidak nyaman, dan sekaligus marah terhadap praktik Gafatar merekrut anggotanya. Klimaks kemarahan ini berujung pada pembakaran permukiman Gafatar di Mempawah. Pembentukan permukiman Gafatar di Mempawah tidak berproses secara alami dan tampak dipaksakan.

Ini dapat dibuktikan bahwa anggota Gafatar yang bermukim di Mempawah antara lain berasal dari Jawa dan beberapa daerah lainnya. Mereka ada yang sudah menjual rumah di daerah asal mereka dan kemudian tinggal di Mempawah bergabung dengan anggota Gafatar lainnya di sebuah permukiman tersendiri. Sebelum (atau sesudah?) terjadi pembakaran, mereka diberitakan telah keluar dari keanggotaan Gafatar.

Aksi massa yang membakar permukiman Gafatar itu patut disayangkan karena terkesan main hakim sendiri. Fokus tulisan ini adalah apakah pemulangan mantan anggota Gafatar ke daerah asal mereka masing-masing melanggar HAM? Untuk menjawab pertanyaan ini, saya mengemukakan tiga kasus yang dapat diperbandingkan dengan kasus Gafatar.

Pertama, kasus komunitas Mormon di Amerika Serikat (AS). Karena dipersekusi secara tidak manusiawi oleh kelompok Kristen mainstream, orang-orang Mormon beramai-ramai hijrah ke Provo (Utah) mencari tempat baru yang nyaman dan aman di mana mereka dapat bekerja dan mencari penghidupan secara layak dan bebas. Di Provo, mereka menikmati kebebasan dan dapat bekerja secara layak, terhormat, dan bebas mencari sumber penghidupan.

(lebih…)

Konflik Klasik: Wahabisme versus Syiisme

FAISAL ISMAIL
Guru Besar Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta

Dilihat dari perspektif kepenganutan paham keagamaan, dapat dikatakan bahwa Arab Saudi merepresentasikan Wahabisme (Wahabiah), sedangkan Iran merepresentasikan Syiisme (Syiah).

Wahabisme (sebagai bagian atau unsur ahlussunnah waljamaah ) adalah paham keagamaan puritan yang dicetuskan oleh Muhammad ibnu Abdul Wahab (1703-1792). Muhammad ibnu Abdul Wahab lahir di Najed (Arabia Tengah) dan pada tahun 1747 secara gencar melancarkan gerakan melakukan purifikasi ajaran Islam yang, menurut dia, telah banyak bercampur aduk dengan praktik-praktik syirik dan TBK (takhayul, bidah , dan khurafat ) yang berasal dari luar Islam.

Dalam pemikiran hukum Islam dan pemikiran teologi, Muhammad ibnu Abdul Wahab mengadopsi fikih Hanbali dan teologi Ibnu Taimiah. Dalam melancarkan gerakannya, kaum Wahabi menggunakan cara-cara radikal dan tanpa kompromi. Di lain pihak, Syiisme adalah paham yang dianut oleh sekelompok muslim yang meyakini bahwa Ali bin Abi Thalib yang seharusnya memegang kepemimpinan komunitas muslim setelah Nabi Muhammmad wafat (13 H/632 M).

Menurut kaum Syiah, Ali bin Abi Thalib (sepupu dan menantu Nabi Muhammad) yang berhak mewarisi kekhalifahan dan menggantikan kepemimpinan Nabi Muhammad, bukan Abu Bakar ash- Shiddiq, Umar bin Khattab, dan Usman bin Affan. Kaum Syiah sangat mengidolakan Ali bin Abi Thalib (suami Fatimah/putri Nabi Muhammad) dan anak keturunannya atau yang lazim disebut ahlul bait sebagai pemegang imamah .

Dalam pandangan Syiisme, Abu Bakar ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, dan Usman bin Affan adalah “penyerobot” (usurper) hak kekhalifahan yang seharusnya jatuh ke tangan Ali bin Abi Thalib. Sebaliknya, kalangan Suni sepenuhnya mengakui keempatnya sebagai khalifah yang sah dan legitimate, yang benar-benar dipilih oleh umat Islam secara demokratis berdasarkan syura (permusyawaratan).

(lebih…)